Malam ini aku kembali singgah, setelah sekian lama terhisap dalam rutinitas di pusat kota. Aku selalu suka tempat ini. Bagiku atau kami, tempat ini selalu menyediakan kemungkinan lain dari sekian banyak pilihan di dunia perburuan di luar sana.
Menyediakan pilihan lain, ketika waktu tak berpihak pada kita, dan buruan telah selesai. Kami tak bisa memutar waktu mundur kembali, namun jika toh ada kemungkinan lain, maka disinilah tempatnya mengais.
Di tempat ini, ‘sesuatu yang paling berharga’ di dunia kami ditukarkan. Meski tak diikat akad ataupun akta, hampir serupa persaudaraan rahasia lainnya; setiap yang pernah datang mengambil sesuatu, maka kelak ia akan membawa sesuatu. Tak harus berjanji dan tak ada hukuman sebenarnya, tapi semua tampaknya tetap berjalan dengan ritme dan polanya sendiri.
Di tempat ini, setelah duduk di sofa di depan pintu masuk, aku selalu merasakan temaram cahaya dari bohlam lampu putih. Merasakan sejuk pendingin ruangan, dan dengan senyum yang kurasakan ganjil, aku selalu menyebutnya sebagai ‘Pasar Gelap’.
Inilah pasar gelap, tempat dimana tak ada dosa eksklusifitas. Tidak ada persaingan kejam memburu rating dan meraih peringkat ciptaan setan Nielsen. Peringkat yang menandakan betapa ‘tempat kami’ bekerja pantas bagi para penjual untuk menawarkan jualan mereka–termasuk kemolekan tubuh dan peruntungan nasib. Sistem peringkatan yang membuat ‘tempat kami’ bisa menangguk uang dari iklan yang mereka pasang untuk membujuk mereka yang didera kebingungan.
Entah sampai kapan tempat ini tetap ada. Mungkin selama dunia perburuan itu tetap ada, maka selalu ada tempat serupa ini. Tempat Pulang. Meski sebenarnya ini adalah pilihan terakhir kami para pemburu..
No comments:
Post a Comment