Monday, October 05, 2009

Tentang Cinta

Tentang Cinta, aku sungguh tak mengerti benar. Tapi suatu hari, saat sama terjebak hujan dan gelas kopi, aku mendengar cerita dar seorang kawan tentang seorang penderita kusta yang kini tinggal memencilkan diri di salah satu pulau di gugusan pulau di perairan Makassar.

Sejak tahun 1972, setelah menikah, mereka terpaksa pergi setelah terusir dari kampung halamannya sendiri. Bersama perempuan yang telah menjadi istrinya itu, ia memutuskan berlayar dan menetap di pulau yang tak kutahu namanya, kecuali jaraknya yang dua jam perjalanan menggunakan perahu dari pantai Makassar..

Hanya berdua, bersama, mereka membangun sebuah rumah bertapakan nipah, dan berdinding sekedarnya melintasi hari demi hari hingga hari ini. Selama musim berganti sudah beragam cuaca yang merajam mereka dengan panas, angin, hujan dan ombak. Mereka tetap bertahan, dengan penyakit yang terus menggerogoti organ tubuhnya. Hari demi hari, bersama mereka melahirkan dan membesarkan anak-anak mereka, hingga melepaskan anak-anak mereka untuk berpindah dan memulai hidup yang jauh dari mereka. Kini mereka tinggal berdua diserang usia yang kian uzur. Lelaki itu kini buta sedang istrinya menjadi tuli di pulau kecil itu.

Untuk makan, mereka mencari ikan ataupun cumi yang ada di sekitar pulau tempat mereka bermukim menggunakan sampan kecil milik mereka. Dengan indera mereka yang kian terbatas, berdua mereka membawa sampan untk mencari apa yg bisa dimakan. Meski setelah sekian lama tinggal di Pulau itu dan dianggap berjasa mencegah orang untuk membunuh ikan-ikan dengan peledak, kadang ada saja kelompok dari Pemerintah yang membawakan mereka sekedar beras ataupun rokok tembakau.

Setelah lebih 35 tahun, lelaki itu hanya pernah berkata; "Setelah Istriku dan tuhan, Hidupku kini sudah lengkap.." Kami sempat terkesima, saat kawanku itu bercerita.. Saat itu, aku tersadar, aku tak pernah mengerti benar apa itu Cinta..

Tentang Perempuan yang berani menempuh takdir bersama suaminya yang menderita Kusta itu, aku takkan pernah punya perbendaharaan kata untuk menyebutnya.. Aku hampir terisak..

Tuesday, May 19, 2009

perjalanan


:D.F
aku selalu mengenang bagaimana perjalanan ini bermula
ketika suatu hari aku menemukan telaga pada matamu
yang menyimpan bayangan matahari dan wajahku pada permukaannya
cermin yang menyimpan rahasiaku padamu

bersamamu telah kusaksikan bagaimana kemarau meluruhkan
daun-daun pada hutan yang menaungi jalan yang kita susuri

juga hujan yang melingkupi kita dalam kisi tirainya
melapisi pandangan kita dalam selimut perak
lembut serupa kenangan yang samar

aku tahu, setelah sekian musim
aku selalu menemukan sisi tempatku menepi
istirah dari hiruk pikuk di luar sana

aku selalu membayangkan, kelak menggengam tanganmu
berjalan menuju senja.
menyaksikan malam pelan menjelang. melingkupi kita yang pulang

(ahmad k. syamsuddin, 2009)

Tuesday, March 03, 2009

Lampu dan Ketelanjangan Kami


Sebuah petang, di pasarcidu, aku tiba-tiba dilanda rasa yang janggal. seperti rasa terkepung. seakan terjebak pada sesuatu. tersudut. perasaan telanjang dan tak berdaya. aku diam dan menyadari kalau di simpang 3 tengah pasarcidu, ada lagi sebuah benda aneh yang menggantung lekat di tiang. sebuah lampu jalan. lampu pijar neon. pijarnya putih angkuh melayang. seseorang entah siapa memasangnya beberapa hari yang lalu, tepat di tangkai sisa lampu merkuri sebelumnya.

Dan sudah beberapa malam, anak-anak dan sebagian penghuni pasarcidu di sekitar simpang 3 tengah, ramai berkumpul di bawah lampu itu. berbincang. lebih ramai dari sebelumnya. seperti berdiang mencari hangat harapan. sebelum mereka sadar, betapa pijar lampu akan kembali menyadarkan mereka semua kenyataan yang mengitari mereka setiap hari. menyadarkan sudut-sudut yang semula disembunyikan bayangan, disembunyikan malam. lalu lampu itu kembali mengasingkan mereka. mengasingkan kami.

Dan lampu itu kini betul-betul menelajangi bentangan tenda-tenda tempat penjual mengais rezeki di pagi hari. menelanjangi amis genangan air yang terus menggenangi jalan, seperti mata air abadi. menelanjangi meja-meja kayu berbau ikan yang ditumpuk sekenanya. menelanjangi setiap tikus yang mengendap-endap. juga menelajangi hati kami yang telah terluka sekian kali. menelanjangi pasarcidu.

seperti lampu merkuri lainnya, lampu itu tegak mencoba mengalahkan malam.
mengalahkan pekat yang meraja. mengungkap relung tempat gelap rahasia mendekam. ah, semoga malam kembali menang dan menyelimuti kami dalam bayangnya. agar hati yang luka ini kembali tenteram bersemayam...

(katanya dibiayai oleh seseorang yang hendak mengais suara pemilih dalam pemilu mendatang. katanya agar orang-orang di pasarcidu yakin kalau mereka bisa menyandarkan harapan selama 5 tahun yang mengecewakan ke depan, makanya ia memasang lampu di sudut jalan yang gelap itu. seolah ia pembawa pelita yang akan memnadu setiap yang sesat ke jalan yang benderang.. ah, bangsat!!!)

Saturday, February 21, 2009

Pasar Cidu

tak terasa sudah berapa lama tak singgah di sini. aku singgah hanya mengenang sebuah tempat di sudut pasar cidu. tempat setiap pagi, memandang hari mulai. juga beranda tempat melihat malam menuju selesai.

Sunday, January 04, 2009

2009

Tahun Baru, aku sedikit harapan baru; "Saya berharap bisa bangun lebih pagi, dan melawan tubuhku sendiri yang enggan bergerak lebih dini..." meski harus kuakui, tidur yang paling menyenangkan adalah setelah sholat subuh. Lelap yang selalu dihiasi mimpi-mimpi ajaib dibanding tidur malam..

Selamat Tahun Baru