Friday, May 18, 2007

entah kenapa, selalu kubayangkan sosok itu datang membawa gada berduri. ia lalu mendera punggungku. aku tak mengenali wajahnya; hanya putih. tak jelas; selain gada logam berwarna putih kemilau dan duri-duri yang bergerigi. juga remuk di punggungku yang terasa luka.

::lupa

entah mengapa, belakangan ini rasanya susunan waktu di kepalaku kian tak tertib. selalu saja aku merasa; kejadian yang baru terjadi kemarin, sudah lama sekali. juga sebaliknya, kejadian yang sudah sekian lampau, rasanya baru kemarin. ingatan pada susunan kalender beserta hari, juga tak lagi terlalu rapi di memori-ku.

lupa? kenapa? apakah sel-sel di kepalaku sudah mulai aus tak lagi bisa merekam dengan baik? tapi lupa, rasanya seperti susunan pertahanan terhadap apa yang tak kita ingini sebenarnya? atau mungkin tak banyak lagi kesan yang terlalu dalam, belakangan ini, selain hanya rutinitas?

tapi terbuat dari apakah "kenangan"? mengapa ia susah lekang dari ingatan meski kita tak ingin ia ada? lalu mengapa kita tak bisa memilih mengenang sesuatu atau melupakannya?

biarkan lupa membebaskan kita. semoga ia bisa membebaskan kita...

Tuesday, May 08, 2007

berburu senja


"senja di pantai itu adalah yang terindah di asia!" kata temanku. " bukan!senja itu adalah yang terindah di dunia" kata temanku yang lain.

dan aku pun harus berburu senja. memburu bola merah yang menyala-nyala itu. pernah kubayangkan nyala itu sewarna tembaga yang dipakai raja zulkarnain, untuk memerangkap yajuj-majjuj di kaki langit; agar tak keluar memorandakan bumi ini atau seperti keping uang logam yang digantungkan di dinding langit yang lembayung.

aku berburu. dari salah satu tanah tinggi di timur kota, aku melihatnya di kejauhan. menggantung di atas kota yang dipenuhi gedung dan lalu-lalang kendaraan. tapi ia hanya putih, kuning cahayanya, ditutupi awan yang membiaskan sinarnya melebar. ah tak cantik.

(aku yakin cuaca bisa saja seperti wanita; tak bisa diduga, tak bisa dipercaya. ia bisa berubah cepat. atau mungkin saja senja kali ini atidak buatku)

lalu aku mengejarnya ke tepi pantai. di pelataran beton serupa dermaga ini kulihat kuning bersih menggantung di langit barat. di sekelilingnya; langit serupa sehampar kanvas yang baru saja disiram warna jingga, di bagian tepi cakrawala, langit gelap warna lembayung.

ini sempurna!! kunanti potong-sepotong tenggelam di laut yang mulai gelap. kutunggu garis jejaknya di atas ombak yang pasti sampai ke pantai. serupa jalan emas.


waktu seteguk teh, cepat ia tenggelam. tapi ia tenggelam tepat di balik pulau bongkah pulau yang segera menjelma siluet disorot senja.

ah senja yang tak sempurna!!

lalu aku memburunya keesokan harinya. dan menjelang sore; hujan turun dengan deras. kota gelap lalu basah. hingga keesokan harinya. senja juga tak terlihat.

setelah sekian lama sering berburu senja; senja yang sempurna mungkin saja seperti jodoh. hanya indah,ketika waktunya tepat. ketika orbit senja yang sempurna, bersinggungan dengan orbit hidupmu. meski kau mengejarnya, dengan hati yang dipenuhi keriangan; ia bisa saja muncul dengan rupa yang tak kau harap, ketika ia tak berpihak padamu. namun jika semuannya tepat bersinggungan dengan tepat; maka ialah keriangan yang serasa lengkap!! hatimu penuh dengan warnanya.

"mengapa senja indah, karena ia sebentar." kata SGA. hingga kalau saja bisa senja digunting dan ditaruh di selembar kartu pos; agar ia kekal dan bisa ditengok kapanpun kita ingin. senja tak kekal --kecuali di negeri senja-nya SGA.

keriangan yang fana, ah senja...

(kekasihku, kalau saja senja bisa kekal pada matamu)

Friday, May 04, 2007

::ritual bugis-tionghoa/ pencampuran dua budaya


(*)

aksi "bissu" atau pendeta bugis kuno/ yang menikam tubuhnya saat upacara yang mereka adakan mencapai klimaks/ mungkin lazim dalam tradisi bugis// namun jika yang turut melakukannya adalah komunitas tionghoa/ bersama bissu/ menunjukkan pencampuran budaya yang telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu

++++

menjelang acara mattemu taung atau upacara penghormatan pada leluhur ini diadakan/ liem keng boe/ atau haji ismail daeng nai atau yang lebih dikenal baba sanro/ sudah turut berdandan bersama 3 orang bissu utama dari segeri/ termasuk bissu saidi yang disebut sebagai puang matoa bissu/ atau pimpinan dari bissu segeri (orangnya yang kurus kecil)//

seiring tabuhan gendang yang berirama khas/ pelan-pelan para bissu bersama baba sanro berjalan ke depan ruangan tempat arrajang-nge (lafalnya "e" pepet) dipasang// arrajangnge ini adalah benda yang dikeramatkan/ yang dipercaya sebagai tempat ruh leluhur beristirahat// sebelumnya/ di depan arrajangnge telah disiapkan berbagai sesaji dari kue tradisional/ buah/ ayam/ hingga kepala kerbau dan sapi yang merupakan persembahan bagi leluhur//

saat upacara mulai/ puluhan kerabat baba sanro sudah datang untuk menyaksikan upacara// sebagian lainnya sudah datang setiap tahunnya sebagai bagian dari acara keluarga besar baba sanro// sedang sebagian lainnya datang untuk mengharap berkah//

setelah membakar dupa dan membaca doa dengan khusyuk/ baba sanro bersama ketiga bissu ini mulai menarikan tarian para bissu/ atau disebut "mabbissu" dengan berputar di depan sesaji lainnya yang ditudungi kain khusus//

irama gendang kian cepat dan satu persatu bissu dan baba sanro mulai menghunus keris keramat yang semula terpasang dipinggang/ kemudian menusukkannya ke tangan/ leher dan perut mereka tanpa terluka sedikitpun// prosesi menusukkan senjata tajam/ yang selalu dilakukan bissu dalam upacara mereka ini/ disebut "maggiri"// saat upacara ini berlangsung banyak keluarga yang terkejut dengan prosesi maggiri ini//

acara yang biasanya diadakan saat bulan syafar dalam penanggaalan hijriyah ini/ sudah sejak 40 tahun lalu diadakan oleh keluarga baba sanro/ yang keturunan tionghoa/ memang menghadirkan bissu/ atau komunitas pendeta bugis kuno seperti yang diceritakan dalam epos la-galigo//

upacara ini menjadi unik karena menunjukkan adanya pencampuran budaya antara tionghoa dan bugis// pencampuran budaya ini berlangsung saat leluhur baba sangro/ keturunan tionghoa yang tiba di tanah luwu/ sulawesi selatan/ dan kemudian menikah dengan keluarga ke-datuan luwu/ salah satu kerajaan besar di tanah bugis//

dalam keragaman budaya indonesia yang sangat beragam/ akulturasi budaya semacam ini terus berlangsung// saling mewarnai/ saling memperkaya/ tanpa ada benturan yang berujung pada kekerasan//

namun jika kita tak pandai menghargai keberagaman/ entah sampai kapan upacara yang menghadirkan beragam warna etnik serupa mattemu-taung ini/ tetap mewarnai perjalanan bangsa indonesia///

tanggal : 4 mei 2007
====
*ini dari berita untuk stasiun tivi, beberapa tanda baca mungkin tidak familiar. “/” menunjukkan koma “,”. tanda “//” berarti titik “.”

Tuesday, May 01, 2007

selamat hari buruh, Samurai (stringer) !!!



kubayangkan mereka sebagai "samurai" yang menjadi barisan terdepan yang menjaga para "shogun".

meski para shogun, yang menjadi wakil di daerah dari "kekaisaran media" di kantor pusat di ibukota, masih lelap di pagi hari, atau tertidur di rumah mereka yang nyaman di malam hari, para "samurai" inilah yang berjaga, kalau saja ada "liputan" (bayangkan ini sebagai kekayaan di alam) yang bisa mereka temukan untuk bisa dikirim ke kantor pusat (bayangkan sebagai kekaisaran) agar ditayangkan/dimuat..

(nama para samurai ini bahkan kadang tak disebut--hanya nama para shogun).

setiap liputan ini dibayar oleh kantor pusat (kekaisaran), sekian persen buat para samurai ini. meski mereka sebagian besar bukan "samurai terlatih", namun sebagian besar dari samurai ini, tetap berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. mereka biasanya " learning by doing", dengan mengambil pelajaran di lapangan, serta pengalaman dari orang-orang yang lebih tua..sebagian terkadang memilih berpindah dari shogun satu ke shogun lainnya. sebagian lainnya pernah keluar dan menjadi "ronin" atau samurai tanpa tuan, dan bebas menjual apapun yang dimilikinya kepada para shogun..

jika ada samurai yang terluka atau terbunuh, tentu saja shogun segera mencari ganti. agar roda terus berputar. hampir tak ada sesal, tak ada yang terlalu peduli.

+++++

tadi beberapa koresponden dan kntributor berunjukrasa menuntut perbaikan nasib bagi para "buruh" media. namun saat mereka pulang, aku hanya bisa meringis. aku tahu, tak ada yang membicarakan nasib c****, m****, r****, N**, m*****, i***, dan semua yang hanya sering disebut "stringer" ---bahkan kadang sebagai "stranger"; orang asing.

di beberapa daerah, posisi yang kebanyakan ada di stasiun televisi ini, bahkan disebut "tuyul", karena biasanya tak tercatat dalam redaksi di kantor pusat (kecuali dikenal sebagai "anggota" dari koresponden di daerah), namun mengabdi sebagai pencari berita, atau mungkin mesin uang dari koresponden dan kontributor...biasanya mereka dibayar hanya sepersekian dari rupiah yang dibayarkan ke koresponden dari tiap berita yang dimuat (ditayangkan).

aku pernah menjadi "tuyul", "stringer", atau orang asing, meski aku masih tetap merasa beruntung, namun sedikit banyak aku tahu bagaimana rasa berada di posisi itu.
hampir tak ada perjanjian. hanya ada pembayaran setiap akhir bulan. terkadang ada pemberian tertentu dari koresponden/kontributor tempat mereka mengabdi.

namun satu yang jelas, tak ada batasan hak dan kewajiban!!! tak ada yang menanggung resiko yang mereka hadapi di lapangan! tak ada jaminan ketika mereka terkena batu, pukulan atau luka, saat mereka mencari berita untuk "dijual" kepada koresponden.

--aku teringat seorang kawan yang menolak perintah kantor pusat untuk mencari stringer, karena takut kalau saja stringer tersebut ada apa-apa, terus tidak tahu siapa yang harus menannggung resiko yang terjadi padanya.

+++++
mereka para samurai, juga patut diperjuangkan; meski itu agar bisa menjadi shogun suatu waktu. selamat hari buruh tuan-tuan stringer. selamat hari buruh, para samurai!!!!