Tuesday, June 13, 2006

Bencana dan Hati Kita

Photobucket - Video and Image Hosting

Belum lama, Jogja dan jawa tengah diguncang Gempa Tektonik dan membunuh lebih dari 5000 jiwa. –berarti memusnahkan populasi yang sejenis saya atau kau sebanyak kira-kira kalau dikumpul seluas beberapa lapangan sepakbola.

Banyak cerita. Ada yang menolak bantuan Negara asing, sambil berbicara di media kalau mereka bukan bangsa yang pemalas. Namun di saat bersamaan dan media yang sama; bercerita tentang negeri yang tertatih menegosiasi ulang utang luar negerinya.

Juga ada cerita miring tentang dana bantuan dari berbagai uluran tangan. Serta kisah-kisah sedih dan ajaib yang melatari kisah rubuhnya ribuan rumah dan terusirnya ibuan jiwa lainnya.

Aku teringat Aceh. Juga ingatan yang hampir sama sarkartiknya. –kecuali bahwa 26
Desember 2004 adalah hari ulangan tahun-ku yang ke-24, kini Tsunami akan mulai dilupakan. Kecuali kadang-kadang muncul cerita tentang musibah yang melanda sekitar 200 ribu jiwa ini.

Photobucket - Video and Image Hosting

Tapi kini kehidupan berjalan terus. Mereka mulai menghilang dari porsi pemberitaan di media-media. Setelah semua berangsur pulih, cerita dan juga ingatan mulai dialihkan ke malapetaka terbaru di negeri ini. Saat para korban kian berkutat dengan kehidupan yang terasa demikian keji, Televisi mulai mencari musibah terbaru untuk dijual kepada kita yang menonton semuanya sambil makan siang.

(tahu tidak, apa yang dipikirkan sebagian besar kami (--koresponden dan stringer stasiun tv, serta kacung rating lainnya) “ Sialan…Koresponden Jogja kaya lagi.”: Ada juga yang bilang sambil bersalaman : Selamat berpuasa..(--maksudnya liputan mereka di daerah ini akan sulit ditayangkan, karena prioritas bencana besar tersebut; jadi itu disebut “puasa”). Aneh kan cara sebagian wartawan melihat bencana. Mungkin bad news is a worse news..for our own humanity.

Hidup memang ajaib. Dan mungkin kita harus sering menghadapi dengan hati yang sarkartis.