Friday, April 28, 2006

Sebuah pagi dan kopi di Pasar Cidu

Dengan mata yang masih berat, aku duduk dalam kepungan asap, di sebuah tempat minum kopi, yang terselip di lorong belakang gudang tua --sisa-sisa kejayaan pasarcidu di tahun 60-an. Namanya Warung Kopi Daeng Naba, tapi entah sejak kapan warung ini ada.

Kini, dengan meja-meja yang mulai aus dimakan usia. Juga Dinding-dinding yang hitam, diasapi asap tembakau dan asap tungku kopi, setiap pagi warung ini menerima para lelaki-lelaki pasar cidu, yang datang. Lalu gelas demi gelas kopi-- yang lazim disebut sebagai "Kopi Tipis dan Kopi Tebal" mengalir dan mulai membasahi tenggorokan para pengunjung; ditingkahi obrolan. Hidup mulai dengan kopi.

Warung ini hanya berlantai tanah yang sebagian sempat dilapisi semen kasar, berdinding kayu, dengan meja kayu dan kursi plastik yang mungkin akan menakjubkan para eksekutif yang biasa menikmati kafein di Starbuck, Excelso ataupun tempat ngopi lainnya di mall-mall.

Namun, sepertinya dari sinilah sebagian besar lelaki di Pasar Cidu menyegarkan kembali harapannya. Atau menajamkan ingatan tentang kejadian di sekelilingnya, atau mungkin melepaskan sisa api di dadanya sebelum memulai hari dengan mata yang lebih nyala.

Seiring matahari yang beranjak naik, seolah menyorot dinding kusam gudang, di belakang Warung kopi milik Daeng Naba ini, para lelaki ini kemudian pulang. Sebuah Pagi dan Kopi. Seperti merayakan sebuah waktu dengan Dosa yang nikmat

2 comments:

sukab said...

berubah wajah ya bang?tapi mana t4 untuk meningalkan jejaknya puang??

Abdullah Sanusi said...

kpn ngopi lg nih pak? Tp jgn lupaminum vitamin, kan sudah disiapin ama adiknya..