Thursday, February 14, 2008

kelapangan hati


aku belajar tentang kelapangan hati, di suatu hari di patallassang, gowa, sulawesi selatan. namanya daeng ngewa. katanya;"sampaikan pada anakku, agar ia tak perlu bersedih. kita tak boleh menangis untuk yang seperti ini". kata yang satunya, dia dipanggil daeng nyarang, "kita memang tak pantas menangis untuk hal seperti ini". dengan matanya yang mulai kelabu melewati usia, mereka hanya memandang dari jauh juru sita pengadilan yang membongkar rumah dan menebangi pepohonan di bidang ladangnya. ia telah tinggal di petak tanah itu sejak 37 tahun lalu. rumah itu, satu-satunya tempat ia bernaung.

hujan turun deras. airnya tempias.

namun oleh kerabatnya sendiri ia digugat, dan pengadilan hingga mahkamah agung, menyatakan kalau ia tak lagi berhak atas tanah beserta segala isinya. dan oleh itu, maka sepasukan juru sita pengadilan negeri gowa, sulawesi selatan dan dijaga ketat aparat bersenjata, pun harus juga mengosongkan tanah yang tak lagi miliknya.

ia hanya duduk di bawah rumah warga, bersama beberapa orang warga lainnya, memandangi orang-orang yang tak dikenalnya sama sekali, mengangkuti bantal, piring-piring, pakaian, juga sisa lauk ikan asin pallu cella --sepertinya sisa makanan terakhirnya di rumahnya itu.

dengan dilapisi kantong plastik lecek, ia masih mengantongi dokumen tanah yang pajaknya ia bayar setiap tahunnya. juga sisa amplop balasan berstempel dari mahkamah agung bertahun 1996 (kita bisa saja menduga, di mahkamah sesibuk itu, siapa yang betul-betul peduli pada lelaki tua yang kehilangan hak, hanya oleh orang yang bahkan hampir tak pernah menjejakkan kaki di kampung itu).

ia tahu, ia merasa dizalimi, bahkan oleh kerabat dekatnya sendiri. diusir bahkan saat ia sementara menjalani sisa-sisa usianya hanya bersama satu-satunya cucunya. tapi, ia memilih berkata;"kita tak boleh menangis hanya karena itu," katanya. pun jika terusir dari rumah, tak boleh kita tangisi, lalu apa yang pantas kita tangisi, daeng ngewa? seberapa banyak kerelaan di ruang hati yang kau punya, hingga untuk setitik tangispun, tak kau beri tempat?

No comments: