Friday, November 30, 2007

naga

aku membayangkan dia sebagai naga. yang meski ia tak ada, orang menyebut namanya dengan suara yang bergetar gentar. atau ia godfather yang setiap begundal kroco dan orang awam menyebut namanya dengan berbisik takut. ah, terbuat dari apakah ketakutan; hingga bisa demikian kental mengapung di udara dan memenuhi rongga dada?

keramahtamahan


aku ingin bercerita tentang keramahtamahan yang mugkin saja tersisa sedikit sekali di pelosok negeri ini. di satu tengah malam, di kampung tufure, ternate, maluku utara, saat mendengar sayup-sayup suara irama tabuhan gendang dan gesekan alat musik, aku dan teman-teman yang sedang menikmati angin dingin ternate di salah satu dataran tinggi, pun bergegas mencarinya. musik yang diantar angin itu disebut sebagai gala, dengan iringan 4 gendang, dan sebuah fiol (fungsinya seperti biola yang digesek), biasanya ada seruling, tapi malam itu tak ada.
saat itu pentas ditanggap di teras rumah salah seorang penduduk yang sedang menyelenggarakan kenduri untuk anak lelakinya yang akan menikah. seperti lazimnya kenduri di kota yang dikelilingi pantai ini, pentas itu akan berlangsung hingga pagi, tanpa sedikitpun musik boleh berhenti. dan seharusnya semua warga berganti-ganti turut menari sebagai tanda gembira. kami tiba di teras rumah tersebut.
warga pun memanggil kita masuk. kami duduk dan tersenyum riang melihat mereka bersemangat menggebuk gendang dan seorang lainnya menggesek fiol. ada dua orang yang sedang menari berganti-ganti. menari ini disebut "baronggeng"-- mungkin merunut pada sebutan tarian "ronggeng", entahlah. meski mereka semua memegang peran yang berbeda, satu yang sama, sebagian darah mereka sudah diguyur "cap tikus" minuman keras setempat berwarna bening. tuan rumah yang tak mengenal kami, dan sepertinya menduga kami adalah polisi yang menyambangi untuk memeriksa keamanan, mengambil kursi dan tak lama kemudian belasan gelas teh beraroma kayu manis dan pala serta potongan roti tawar dijamu kepada kami..
tak lama kemudian, kamipun turut berjoget atau baronggeng dengan riang bersama mereka..di antaranya ada nenek-nenek yang tak henti mengunyah sirih, juga pak tua yang memakai baju kemeja lengan panjang yang mungkin adalah pakaian terbaiknya, sebab ini kenduri dan semua wajib dengan kostum terbaik mereka...selebihnya adalah anak muda yang rambut depannya hampir membentuk huruf "s"--yang mungkin meniru model rambut "superman". wangi teh rempah kayu manis,asap rokok, udara dingin dan uap "cap tikus" mengambang disela tarian kami.
kami menari, meski mulanya gugup, namun tak lama semua mengalir...kegembiraan seperti memenuhi dadaku. ah keramahtamahan yang tetap membuatku terpesona, sesuatu yang telah mulai hilang dari negeri ini. rasanya seperti menemukan sesuatu yang telah lama hilang. semoga masih mengizinkan kita semua bertemu dengan keramahatamahan lainnya di negeri ini.

Saturday, November 17, 2007

pulang


betapa ingin aku pulang sejenak. membiarkan semua hiruk pikuk dan kerumunan itu. melepaskan pandangku pada dunia yang riuh. menepi dari terang cahaya yang menyilaukan itu. sebentar saja, lalu aku datang lagi.
ah, kalau saja aku tahu kemana harus pulang.

kenduri pun usai


seperti kenduri, pemilihan kepala daerah atau gubernur sulawesi selatan akhirnya selesai. setelah berbulan-bulan para peserta beserta sepasukan legiun andalan dan semua sumberdaya yang mereka miliki berusaha membujuk, meyakinkan, bahkan membeli kepercayaan orang-orang sulawesi selatan agar menunjuk mereka sebagai pengurus wilayah yang terletak di 0°12' - 8° Lintang Selatan dan 116°48' - 122°36' Bujur Timur dan Luas wilayahnya 62.482,54 km² ini. mungkin saja itu menarik, sebab menurut wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Selatan), hingga Juni 2006, ada warga sebanyak 7.520.204 jiwa yang akan mematuhi mereka sebagai paduka raja..
namun setelah sekian lama, pesta pun selesai, dan hanya ada sepsang dari 3 pasang yang berusaha naik ke tahta tertinggi. dan 2 lainnya tentu saja harus maklum bahwa kenduri ini telah usai, dan sudah waktunya mereka kembali ke kehidupan mereka yang biasa. kembali menjadi warga yang baik dan taat, tentu saja.


tapi tentu saja, selalu ada yang lain. seperti di masa kanak-kanak dulu, kadang kita tak betul rela jika kalah main kelereng atau berebut layangan putus. kita mungkin saja berusaha merebut kembali kelereng kita. atau yang paling buruk, merobek layangan yang sudah tergenggam di tangan teman kecil kita..

dan hampir serupa rasanya, setiap hari, ada saja gerombolan massa dengan suara yang memekakkan datang memprotes, karena merasa dicurangi oleh wasit yang dianggap berat sebelah dan memihak. mungkin saja ada yang keliru, atau curang tapi aku selalu merasa tak ada yang tak curang dalam permainan ini. dalam politik, kemenangan adalah muara semua yang telah diusahakan --dengan cara apapun. serupa dalam perang, adakah cara yang layak atau tak layak selain memenangkan pertempuran-demi-pertempuran hingga perang selesai.

selesai, dan, seperti kata kawanku, tak ada kehormatan bagi yang kalah. seperti sejarah, ingatan hanya bagi pemenang. yang kalah, suka atau tidak, akan segera dilupakan. speperti mengejar debu, kita tak pernah betul-betul tahu apa yang kita kejar akan kita genggam. betap semua demikian nisbi. politic is the art of possibilities.

aku tak tahu, akan kemana semua ini. aku hanya di sini, menunggu hingga debu yang mengepul ke udara, yang disebabkan hiruk-pikuk kenduri demokrasi ini berhenti. aku hanya berharap semua kembali mengendap dan irama hidup kembali seperti lazimnya hari-hari. hingga jenuh. hingga meledak lalu kembali berputar dalam siklus demi siklus...