Tuesday, September 13, 2005

::?

Image hosted by Photobucket.com

api. sebentar lalu semua usai menjadi puing

Image hosted by Photobucket.com

lalu hendak kau sebbut apa mata-mata yang menatapmu diam seperti ini?

menjadi kebal. menjadi bebal

Setelah beberapa lama berada di pekerjaan ini; serasa ada sesuatu yang berubah dalam diriku.
Berada di tengah bentrokan yang bergerak riuh dan mengancam.
Berada di depan orang yang menangis setelah rumahnya dibongkar para petugas bersepatu lars.
Menyaksi ibu yang meratap kehilangan anaknya setelah gubuknya dilalap api.
Mencium bau mayat. Menghirup bau tubuh yang baru saja terbakar..
Melihat wajah yang remuk dan amis darah yang berhamburan.
Mendengar riuh sirene yang berkejaran.

Berada di tempat yang terus bergerak; mengapa aku serasa kehilangan peka. Menjadi kebal. Menjadi bebal.

“Kita tak bisa terlibat; kita harus bekerja tanpa emosi..,” kata seorang kawan.

Tapi siapa yang menahan airmata dan rasa yang tiba-tiba saja menyesak melihat langsung semuanya, demikian dekat.

Saturday, September 10, 2005

berhala

Image hosted by Photobucket.com
sebut saja di pedalaman amazon tempat suku-suku kanibal, diam-diam akan memanah para antropolog kawan indiana jones, dan menyantapnya. atau suku primitive dalam dongeng the lost world.

mereka selalu punya patung atau berhala lainnya yang disembah, yang bahkan diasupi darah gadis perawan tercantik sebagai sesajen. kemudian takzim berdoa berharap segala keselamatan, kehormatan, dan kebanggaan datang dari dewa-dewi kepada mereka.

itu ritual khas suku primitif yang hanya kita temui dari film steven spielberg atau film eksotik hollywood lainnya.

namun tak perlu jauh, tiap tahun ada puluhan baligo bergambar seram, dan ratusan umbul-umbul serupa panji perang kublhai khan atau alexander the great memenuhi setiap sudut tempat kita memandang.

juga sosok patung tengkorak tinggi besar berselubung kain hitam berdiri di tepi persimpangan jalan. matanya merah menyala, memegang sabit, dan bangkai tikus.

lalu setiap malam, sepasukan manusia dengan wajah tak ramah, memegang tongkat bergiliran menjaga patung terkutuk itu siang dan malam. sebagian bahkan rela tidur dalam kepungan nyamuk dan dingin malam hanya untuk menjaga kalau saja ada pasukan ninja musuh yang datang merobohkan patung terkutuk itu...

mungkin juga, telah ada yang berdoa dan berharap kehormatan dan kebanggaan dari kaki patung terkutuk itu.

(atau apa telah ada darah perawan derdada sentosa yang telah dikorbankan pada patung itu). tapi tetap tak beda rasanya dengan jejeran patung dan berhala lainnya di goa-goa suku primitive

dan…

setelahnya, hanya hanya karena ada yang merusak salah satu berhala kebanggaan tersebut; pecahlah perang antar suku.

bersenjata panah, batu, dan kayu, ratusan warga suku bertarung mempertahankan “kehormatan”…mungkin juga berdasar wangsit dari dewa-dewa, bahwa mereka diharuskan berperang…agar tanah kediaman suci kembali dengan darah pihak musuh.

setelah perang, berhala mereka kemudian kembali dipuja.

tapi kita tak di amazon. kita ada di tamalanrea, di tempat pendidikan, tempat –konon peradaban mulai disemai.

dan kita yang menyaksikan hanya bisa bersedih diam-diam.